Minggu, 11 Januari 2009

Kembalinya Emilia

Dikejauhan terdengar suara bunyi tit tit dari sebuah ponsel model kuno, tanda sebuah pesan diterima.

“……….rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah waqina adzabannar, amin ya abbal a’alamin” selesainya doa mengakhiri sakralnya sebuah ibadah, seorang pemuda bangkit dari duduk sila-nya. Ibadah yang sering ia lakukan disiang hari adalah ibadah sunnah. Kebanyakan orang menilai ibadah sunah adalah untuk menutup kurang sempurnanya ibadah wajib, begitu juga dengan pemuda itu, ia hanya berfikir sesederhana itu, lalu dengan begitu sederhananya ia tak sempat melihat dengan mata yang dititipkan Allah untuknya, ketika berdiri tak melihat ada daun jendela musholla yang tegak diatasnya.

“jeduggg…”
“wuaduhhh…asemikkk sakit banget” celetuknya.
“hihihiiii…makanya kalau shalat matiin hp, pasti mikirin siapa yang kirim sms kan?!” sahut teman disebelahnya.
“gak tau dari kemarin setiap ada sms masuk hatiku berdebar-debar, kaya orang dikejar dedemit” jawabnya.
“udah jangan kebanyakan cing cong, udah tuh hp butut lu menunggu untuk dijamah”
“emang apaan dijamah?! Dari pada mikir yang macem-macem, aku jamah dulu deh, heheheee…”.
“hmmm…maunya”.

Wajah tak pernah bohong, ketika meng-unlock hp, wajah yang tampak sumringah sudah bisa mewakili isi pesan yang ada di hp itu. Senyum senyum sendiri membuat penasaran teman yang ada disebelahnya. Sejak kemarin Batas hanya merenung, lebih meluangkan waktu istirahatnya dimusholla, membaca kitab majmu syarif adalah kegiatannya.
Tiba-tiba ada sms masuk wajahnya berubah drastis, dari ditekuk menjadi longgar.
Sosok pemuda yang bertubuh agak pendek darinya, mencoba mendekatinya. Samsul adalah namanya, dia tak hanya berperan sebagai teman Batas, namun lebih dari itu, nasehat dan sarannya selalu didengarkan Batas, tak hanya kemampuan berfikir, tetapi ia juga ahli dalam bidang agama, khususnya Islam. Panggilan ustad sering ia terima acapkali memberi masukan kepada Batas.

“ada apa sih prent? Knapa senyum senyum sendiri?” tanyanya.
“Alhamdulillah…aku harus bersujud syukur, bukan dedemit lagi yang bakal aku jamah, tapi anak manusia yang sebentar lagi halal bagiku” jawabBatas.
“Syukurlah…aku sudah bisa menebak dari siapa sms itu, dari seorang wanita yang sejak kemarin membuatmu gusar kan?!”.
Dari awal pertemuan dengan Mlati yang begitu singkat, Batas selalu meminta saran dan pertimbangan kepada sahabatnya itu, dari penggambaran seorang Mlati hingga ajakannya menikahi gadis itu. Apakah layak seorang pemuda yang sedikit ilmu islaminya menaruh cinta pada seorang gadis santri. Tak lain tak bukan adalah Samsul yang menguatkan semangatnya untuk mendapatkan Mlati.
“dua hari lagi aku menikah, Sul” ucapnya singkat, menyebarkan senyum senyum didepannya sambil menepuk pundak sang sahabat, Batas tampak girang. Bersujudlah Batas.

“Sul…apa kamu masih ingat sesuatu yang aku bicarakan dl, aku menabung sekian uang untuk berniat meminang gadis manapun yang mau diajak menikah, setiap saat aku berdoa kepada Allah, untuk mencarikan seorang gadis yang bisa jadi makmum dalam rumah tanggaku nanti, tidak sekedar makmum yang selalu ikut imamnya, namun sekaligus bisa menjaga perilaku dan lidahnya untukku, Sul?! Aku bersyukur…malah Allah sendiri yang memudahkan jalannya, aku bersyukur Sul…akhirnya Mlati mau menikah denganku”.
“semaksimal apapun usaha manusia jika dipersulit olehNya, semua daya kita adalah sia-sia, namun jika Allah menghendaki untuk mempermudah usaha kita, tak perlu daya sekuat tenaga untuk menggenggam kapuk ditangan, cukup mengedipkan mata sudah disebut usaha, itulah rahasia Ilahi. Ingat kamu harus bisa mengimbanginya, godaan mempunyai istri seorang santri lebih berat dari pada mempunyai istri golongan bukan santri, nanti biar aku sendiri yang mengawasi semua tingkah lakumu setiap hari” penjelasan Samsul menguatkannya.
“insyaAllah aku siap menanggung resikonya, Sul… Kamu harus bantu aku, ingatkan aku jika salah melangkah membimbingnya” balasnya.
“aku tidak menempatkanmu sebagai temanku, tapi sebagai bagian dalam hidupku” lanjut Batas.
“bersyukurlah kita semua Batas…” Samsul memeluk sahabatnya sangat erat. Seerat gelang karet yang melingkar dipergelangan saat kena suhu dingin.
Sangat erat.

“Dueeeerrrrrrrr….!!!!” Tiba-tiba suara dentuman yang amat keras mengagetkan semua orang yang berada tak jauh dari suara itu berasal. Nampaknya bukan berasal dari gedung tempat kerja Batas, namun dari luar sana.

“suara apa itu, Sul…” Tanya Batas.
Seorang yang ditanya hanya mencoba meraba lewat gendang telinganya, sambil mengernyitan dahi, lalu menelengkan telinganya. Tak ada jawaban pasti yang bisa ditarik kesimpulan, lalu Samsul kembali memandangi Batas tanpa isi, tatapan kosong yang ia lontarkan. Mereka saling bertatapan namun masih tetap membisu, mencoba lagi mengambil sebuah kesimpulan, lagi-lagi masih tampak bengong. Dengan sedikit penasaran Batas bicara.
“sepertinya ada tabrakan”
Musholla tempat Batas bekerja berada tepat dilantai dasar gedung, jaraknya hampir mendekati jalan raya, bahkan hanya pagar besi saja yang membatasinya. Kedua pemuda itu segera keluar dan mencari darimana suara itu berasal. Segera berlari keluar musholla dan tak lupa memakai sepatu lebih dulu.

“benar kataku Sul, tabrakan didepan musholla kita, lihat itu…!!!” sambil jari Batas menunjukkan tempat kejadian tak jauh dari mereka berdiri.

Sebuah mobil sedan warna hitam dan truk box saling berhadapan, dengan kondisi mobil sedan sangat parah. Pintu sebelah kanan penyok, tutup mobil kap-nya terbuka dan mengeluarkan banyak asap putih yang tebal. Orang berdatangan dari berbagai sudut jalan, langsung mendekati tempat kejadian, tak ada yang berani mengambil inisiatif dengan apa yang mereka lihat, lihat dan saling lihat, polisi juga belum menampakkan kesigapannya dilokasi, padahal tak jauh dari situ ada pos jaga polisi, tetapi kosong pada saat kejadian. Korban masih dibiarkan berlumuran darah didalam mobil, sopir truk yang tak terluka tampak bingung dan gusar apa yang harus ia perbuat, mondar mandir dan ketakutan tampak diraut mukanya.
“sedan itu yang meleng, sehingga menabak truk saya” ucap terbata-bata sopir yang berbadan gempal itu. Dia yakin tak bersalah, mencoba mendekati pintu kanan mobil yang penyok, lalu membuka dan mencoba mengeluarkan korban yang terluka didalamnya.

“hati-hati, pak..biar saya bantu” ucap tiba-tiba seorang pemuda yang ngos-ngosan saat berhasil menerobos rimbunan orang banyak.

“bapak pegang kakinya saya mencoba mengeluarkan badannya, Sul...kamu pegangin pintu mobilnya”
“baik mas…” jawab sopir truk.
“oke Tas…” jawab Samsul hampir berbarengan dengan jawaban sopir truk itu.
“tung…tunggu mas, saya tidak apa-apa kok, jangan bawa saya ke rumah sakit, saya gak papa” suara berat yang keluar dari mulut pemuda didalam mobil yang terlihat koyak.
Pemuda berkacamata tebal itu mencoba mengangkat badannya sendiri, agak kesulitan. Batas membantunya keluar dari mobil, terdengar dari kejauhan salah seorang dari rimbunan orang yang berkumpul berteriak untuk memanggilkan Ambulance.
“jangan pak...” teriak pemuda berkacamata.
“saya tidak apa-apa, mobil saya saja yang parah, serius tidak apa-apa. Mana sopir truk itu? Saya mau meminta maaf...”ucapnya tergesa-gesa, matanya melirik kekanan dan kekiri, hanya didapati kerumunan orang banyak yang memperhatikannya dengan simpati.
“Yoyok…lu gak papa kan prent?!” lanjutnya memanggil sosok pemuda yang masih tertinggal didalam, diduga pingsan karena tangannya tak bergerak sama sekali. Tak lama dia berteriak.
“gue gak mau mati…gue gak mau mati…” teriaknya. Kontan semua orang berbalik pandang kepada pemuda yang masih didalam mobil sedan.
“tenang men..lu belum mati, kita masih hidup” pemuda berkacamata itu menenangkan teman satunya.

Keadaan tambah runyam jika kecelakaan itu dibiarkan begitu saja dijalan raya, kecelakaan itu tidak hanya menyebabkan kemacetan, kerumunan orang banyak juga menimbulkan ketakutan kedua belah korban, baik sopir truk bertubuh gempal maupun kedua pemuda yang baru saja berhasil keluar dari mobil sedan. Mobil sedan itu masih mengepulkan asap tebal, terus membumbung tinggi ke angkasa.

“aku tadi melihat bidadari, sungguh dia bukan manusia, dia sempurna, begitu indah, aku kalap ketika melewati lampu merah, wanita itu seakan-akan membutakan mataku, dia amat cantik, lalu aku menabrak truk itu” kata-kata pelan pemuda berkacamata itu kepada Batas yang masih memegangi sebagian tubuhnya.
“wanita??? dia melihat wanita dan membiarkan mobilnya melewati lampu merah lalu menabrak truk itu, masyaAllah…” batin Batas menanggapi penjelasan pemuda itu.
“dia…dia…dia…kepalaku pusing” tangan pemuda berkacamata itu menunjuk kearah tebalnya asap mobil yang masih mengepul. Tak lama dia pingsan, jatuh ditangan Batas, dengan sigap Samsul yang berada disebelahnya membantu mengangkat tubuh yang lunglai itu.
“knapa dia Tas?” Tanya Samsul.
“bawa dia ke truk mas, biar saya bawa ke rumah sakit” sahut sopir truk.

Batas mencoba melihat dibalik tebalnya asap mobil sedan yang masih mengepul, pandangan kabur yang ia dapati, sosok wanita yang cukup tinggi sedang menghampirinya, namun pandangan itu masih kabur.
Lelaki yang baru saja pingsan sudah dibawa masuk kedalam truk oleh Samsul. Samsul mendekati Batas, lalu pandangan dijatuhkan kearah Batas memandang dengan tajam.
Mulut Batas terbuka sedikit mencoba mengeluarkan suara. Sosok wanita yang tampak kabur dari kejauhan semakin mendekat, dekat dan semakin dekat, wanita itu berlari kearahnya. Menerobos kepulan asap yang tebal, dia berjalan kearah Batas, begitu dekatnya lalu meloncat untuk memeluknya.
“Batas…aku takut” ucapnya.
“dia melihatku, sebelum terjadi tabrakan hebat tadi” lanjut gadis itu.

Gadis yang tak lagi samar dilihatnya, kembali memeluknya sangat erat setelah saling tatap pandang dengan Batas.
Rambutnya yang tergerai lurus sungguh indah, dibiarkannya terbang kesana kemari untuk dibelai angin, wajah ayunya menampakkan keluguan yang luar biasa. Batas hanya terdiam dan membiarkan gadis itu memeluknya, tak lama dia kaget bukan kepalang, yang memeluknya adalah seorang gadis amat cantik, bahkan kecantikannya sempat membuat buta mata lelaki yang pingsan itu, dikira seorang bidadari yang turun dari kahyangan.

“Emilia…” ucap Batas kaget.
“bagaimana kau tau aku disini?” tanya Batas dengan tangannya berusaha melepaskan dari pelukan. Mata indah pemilik nama Emilia itu mencoba mengedipkan berkali-kali, agar air yang ada disitu ikut jatuh dan mengering, tangannya mengusap satu kali dibagian yang tercekung dari matanya, lalu terbuka menatap Batas. Sangat dalam tatapan itu, sehingga dirasakan Batas terlalu lama menunggu tanpa ada jawaban yang ia terima.
“apa yang kau lakukan disini?” lanjutnya.
“aku mau menemuimu, ada kabar untukmu, Batas…” ucapnya.
“kita bicarakan nanti…aku harus ikut mengantarnya ke rumah sakit” jawab Batas.
Berlalu dan pergi meninggalkan tempat kejadian. Batas, Samsul dan lelaki yang pingsan dengan sopir truk itu segera melaju dengan kecepatan yang maksimal menuju rumah sakit. Deru suara knalpot semakin mengecil lalu tak terdengar lagi, pertanda truk itu sudah meninggalkan jauh tempat kejadian.
Sementara suara bising klakson dari berbagai kendaraan masih terdengar ditelinga gadis itu, karena masih terjadi kemacetan selama kedua mobil itu melintang ditengah jalan. Sebagian orang berteriak-teriak tak karuan, sebagian orang mengamati mobil yang tak henti-hentinya mengeluarkan asap, sebagian orang hanya mengamati dari kejauhan ada apa rimbunan banyak orang, dan sebagian mengamati langkah layu seorang gadis cantik yang berjalan didepan mereka.

“cantik ya gadis itu” ucap salah seorang ibu yang tak jauh dari Emilia berjalan.
“bukan cantik tapi anggun” balas seorang ibu yang berdiri bersebelahan dengan ibu pertama yang berucap.
Emilia tak peduli dengan kebisingan, teriakan orang, banyaknya mata yang memandangnya, bahkan ada yang menatapnya dengan kagum.
“Batas…dari dulu kamu gak pernah berubah, selalu pergi dan menghilang begitu aku datang, sampai kapan kau bisa mengerti tentang perasaanku, perasaan seorang Emilia” batinnya.

Tidak ada komentar: