Rabu, 07 Januari 2009

Tunggulah Jawabku diSepertiga Malam

Hari ini dipenuhi dengan pertanyaan, pertanyaan dalam hati yang semakin dibiarkan semakin bergemuruh. Setiap detik selalu menerka sendiri apa apa yang salah dalam tingkah maupun ucapannya. Terbawa penasaran yang berlebihan sungguh menyiksa hati, membolakbalikkan badan ditempat tidur tak mampu menjawab rasa gusar yang ada sejak terakhir menerima pesan singkat dari Mlati. Sesuatu yang diucapkannya sungguh membuat Batas penasaran, sungguh amat penasaran.

“apa yang salah dalam diriku” gumamnya dalam hati.

Mencoba membuka lagi pesan singkat yang ada di handphone-nya, dibaca lagi dengan pelan dan menyimak isi pesan yang diterima.

Tak lazim kau ucapkan sesuatu kata yang mengundang syaitan itu.

Baca dan berulangkali baca, sejenak menyimak dengan seksama, apa makna dari isi sms itu. Ia hanya mampu berfikir sejenak dengan memejamkan mata lalu membukanya. Lagi lagi tak menemukan jawaban yang pasti.
Sejak terakhir Batas menelpon Mlati tak ada kata balas salam seperti biasanya, malah pesan singkat yang diterima, setelah itu hanya diam dan diam tanpa melakukan sesuatu. Bertanya diri sendiri dan melihat diri itu lebih baik menurutnya.

“hanya dia yang bisa menjelaskan ini, aku harus menelponnya sekarang” batin Batas.

“Assalamu’alaikum…bisa kita bicara?”
“apalagi yang kita bicarakan?!”
“apa maksut sms itu?”
“seharusnya jawaban itu sudah kau dapat dari sejak pertama kau terima sms itu”
“sungguh aku tak mengerti”
Diam sejenak membiarkan otak Batas berfikir, mengindahkan detik berjalan tanpa ada suara dari lawan bicaranya.

“sayank…” Batas mencoba mengawali.
“jika mengharapkan sesuatu pada orang lain, tolong hargai bagaimana perasaannya, dengan kau mengucapkan sayank kepadaku, sama saja kau berusaha melukaiku”.
“maksutnya…???”
“jangan panggil aku sayank!!!”
“knapa?”
“itu haram!!!”
“lalu apa yang bisa aku lakukan, jika apa yang aku ucapkan semua untuk bahagiamu?!”
“berpuasalah…sampai aku benar-benar halal bagimu”.
Seketika langit seakan runtuh dikamar kos yang kecil itu, tak percaya sepatah ucapan yang keluar dari mulut Mlati sungguh mengagetkannya. Sungguh jarang ketika seorang wanita berani menolak terang-terangan kata sayank yang dianggapnya tabu, ya memang tabu, dalam ajaran islam dilarang mengucapkan sesuatu kata mesra kepada seorang yang bukan muhrimnya.
Ada berbagai batasan bagaimana orang bersikap dengan lawan jenis, semua itu telah diajarkan Rasulullah. Mulai dari cara lelaki memandang sampai cara berkenalan dengan lawan jenis. Mata lelaki mengandung naruni mata serigala, dianjurkan jangan menatap wanita yang bukan muhrim terlalu lama, lebih mulia secepatnya mengalihkan pandangan dan beristighfar.

Batas hanya terdiam saat mendengar ucapan Mlati yang berintonasi cukup keras, selama ini ia melakukan sebuah kesalahan yang besar, bahkan diringi dengan dosa yang begitu besar pula. Batas melihat apa yang dilakukan untuk bahagianya, namun disisi lain ia tak tahu bagaimana perasaan yang dimiliki gadis manis itu, kata mesra bisa melambungkan sebuah harapan yang tak nyata, racun sebuah kata mesra bisa membius Adam ketika Hawa membujuk rayu pasangannya yang di tumpangin muatan syaitan. Sehingga ia turun ke bumi dari surga.
Batas kembali mencerna pembicaraan yang terjadi, semula biasa saja namun yang dirasakan adalah berbeda dari biasa. Gadis itu membuatnya kelimpungan, membuatnya gundah, membuatnya tertantang untuk merubah ucapannya, membuatnya berfikir apa yang harus diucapkan selanjutnya.

“maafkan aku…akan aku jaga mulut” ucap Batas pelan namun jelas terdengar Mlati.
“syukron katsir”jawab Mlati.
“Alhamdulillah”
Saling senyum bisa dirasakan meskipun dalam percakapan via telpon, aura bahagia yang semula tak tampak kembali keluar lewat obrolan yang kemudian mendingin.

“aku khawatir tak kuat sebagaimana yang kau sarankan, berpuasa dengan arti lebih dari menahan nafsu makan bukan kemauanku, tapi syariat sunnah yang menganjurkan untuk melakukannya”.
“lalu?”tanya Mlati dengan sungguh-sungguh.
“ada baiknya kita menikah”
“Menikah???”
“iya…kita menikah” jawab Batas dengan tegas.

“apa gak terlalu cepat kau mengatakan itu, belum 4 hari aku memberikan kitab itu, apa sudah kau baca?” Mlati sengaja membekali kitab Qurrotul ‘Uyyun untuk Batas, sebelum dia kembali ke pondok, kitab dengan sampul berwana hijau-kuning tampak lusuh karena tercetak dikertas yang tidak begitu putih bersih. Bagi orang awam yang tak mengenal kitab itu mungkin akan segera menanggalkannya dengan melihat dulu warna kusamnya, tapi gadis mungil itu percaya dengan kitab itu Batas akan berubah perilakunya, tak sekedar menyelesaikan bacanya tapi juga menjalankan perintah yang tersurat didalamnya.

“aku sudah khatam dua kali, percaya kan?! aku gak mau menundanya lagi”.

“bagaimana ia bisa khatam secepat itu dengan segala macam kesibukannya, bahkan sampai dua kali” batin Mlati dengan hanya senyum kecil, karena senyum itu cukup menghiasi manisnya wajah yang dimilikinya. Dengan melepaskan headset yang semula menempel ditelinganya, dia mendekatkan handphone ditelinga sebelah kiri.
“Ya Allah…aku harus jawab apa?” batin gadis itu.
Tak kuat menahan rasa haru dan bingung yang sedang mendera batinnya, tiba-tiba air keluar dari kelopak matanya, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya lelaki yang dipujinya secepat itu mengajaknya menikah, masih banyak yang belum ia selesaikan saat ini, dia harus mewujudkan cita-cita ibunya, dia harus membuktikan kata-kata mbah Kyai Munawir tentang fokusnya belajar Al-Qur’an, dengan tak tergoda apapun cobaannya sekalipun yang ditawarkan adalah menikah dengan lelaki impiannya.
“Ya Allah…apakah ini ujian atau nikmat, hambaMu mengadu”

“Mlati…kamu masih dsitu?” suara Batas diseberang sana mengagetkan lamunannya.
“Ahh…hmm anu…, aku masih disini” gelagap jawab Mlati.
“Aku menunggu jawabmu?”

Ya Allah…
dia adalah Batas
Lelaki yang mengatakan itu untuk menikahi aku
Dia memang tak setampan Nabi Yusuf
Tak sekaya Nabi Sulaeman
Tak sebijak Nabi Muhammad
Namun dimataku dia indah
Seindah langit dikala senja
Sikapnya seelok rembulan dikala purnama
Tutur katanya semerdu melodi
Yang terangkai bersama nada-nada indah Harpa

Ya Allah…
dia adalah Batas
Nasehatnya sejuk, sesejuk gerimis yang membasahi hati
Keikhlasan hatinya, seperti mentari yang rela terbakar untuk kehidupan yang lain
Keridhoannya, seperti pohon yang siap menanggalkan daunnya

Ya Allah
Aku adalah Mlati
Aku memang bukan pujangga
Aku juga tak terbiasa memuja selainMu
Tapi semua murni dari dasar jiwa
Karena bagiku dialah mahluk ciptaanMu yang sempurna

Allahu Akbar...

“aku tak bisa jawab sekarang, bantu aku untuk istikharah kepadaNya” pinta Mlati.
“itu pasti!”
“aku menunggu jawabmu, Mlati”.
“tunggulah jawabku disepertiga malam”
Seketika malam yang begitu gemerlap mendadak gelap gulita.

Disebuah desa yang tampak sunyi ketika waktu sudah menunjukkan jam 12 malam, Mlati sedang menyiapkan jawaban singkat untuk sebuah keputusan yang besar. Disebuah kamar kos kecil ada Batas sedang memilir butiran tasbih satu demi satu untuk menenangkan gejolak jiwanya menunggu sebuah jawaban.

“HasbunAllah wa ni’mal wakil ni’mal maula wani’mannashir” angin malam yang semilir ikut bermunajat.
Bersambung…

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah, tulisan yang menarik sekaligus lucu. Terima kasih sudah membagikan informasi ini. Jika ingin tahu lebih banyak lagi tentang Cara Kenalan, silakan baca artikel Cara Kenalan Wanita di Mana Saja dan Kapan Saja. Salam kenal, sobat, sampai jumpa lagi.

Lex dePraxis
Romantic Renaissance