Minggu, 27 September 2009

Tolong Katakan Kepadanya-5


Malam berkabut putih, ketika kabut itu bercampur dengan air berubah warna menjadi hitam yang pekat. Kabut berpenyakit ini selalu muncul setiap saat, mereka biasanya menyebutnya polusi. Metropolitan dengan segala problematikanya selalu menebar racun kehidupan manusia, mereka tak menyadari atau bahkan menyadari namun himpitan kebutuhan membuatnya acuh tentang rongrongan kematian yang ada didepan mata lewat polusi udara. Lambat laun jantung menangis menjadi tumbal.

Jauh meninggalkan kota dengan lampu-lampu malam yang gemerlap. Sebuah villa mewah diperkampungan Srengseng Sawah bertingkat dua, seorang wanita mengaduk air berwarna putih digelas crystal dengan pelan didapur lantai bawah. Pandangannya resah dilemparkan pada wanita lain yang sedang berjalan mondar-mandir dilantai atas. Tak terasa yang ia aduk semakin mengental, air panasnya mengepul disela-sela adukan menyebarkan aroma susu putih yang menggoda.

"Dorrr...ngaduk malah ngelamun, susunya kental tuh..." lelaki kurus dengan sarung yang melingkar dibadan mengagetkan, tanpa tahu kedatangannya menepuk pundak wanita itu.
"Aduhhh kaget aku, aden sudah pulang belum ?" cara bicaranya pelan, mata wanita itu tengak-tengok seperti maling.
"Paling sebentar lagi, ada apa toh kaya takut banget..." jawabnya.
"Kalau aden jam segini belum pulang, pasti non marah-marah, aku takut..."
"Lama-lama aku gak tahan dirumah ini, tiap hari non dan aden selalu berantem..." lanjutnya.
"Hussss...itu urusan mereka, yang penting urusan kita perut kenyang, setelah itu urusan bawah perut..." sanggahnya.
"Ehmmmm...nggasruh (jawa : sembarangan)...!!!" sewotnya.
"Jangan marah dulu, maksutku minta tolong pijitin kakiku, soalnya seharian bersihin taman, capek banget..."
"Halah wong lanang aleman (jawa : lelaki kok manja), ogahhhh...!!!"

Wanita itu segera beranjak dari dapur, dia membawakan segelas susu kepada wanita yang sejak tadi menjadi perbincangan mereka. Tangga setengah melingkar dari kayu jati harus dilewatinya. Kayu pilihan itu memang tak diragukan lagi kekuatannya, terbukti villa itu dibangun oleh pak Hendra sudah 20tahun belum ada masalah kerapuhan. Semenjak dia meninggal villa itu diwariskan oleh anak gadisnya, pak Hendra meninggalkan harta yang sangat berlimpah untuk kedua anaknya, dan juga satu usaha pengelolaan batubara yang sekarang dikelola oleh putranya diTenggarong Kalimantan Timur.

Seorang wanita berambut pirang sedang menatap photo keluarga yang ada didinding, tangannya meraba pada salah satu gambar seorang lelaki tua. Dia menatap dengan amat tajam, tangan kirinya terus mengelus-elus perutnya yang sedang membuncit. Wanita dengan perawakan tinggi sekitar 170cm itu tengah hamil tua. Dia memakai setengah gaun setengah daster sutra berwarna ungu, kulitnya yang kuning bersih menambah aura kecantikan semakin keluar.

"Ini bibi buatkan susu untuk non Febi..." yang diajak bicara tak segera menjawab, wanita cantik itu terus menatap photo dinding yang berada didepannya. Kalut adalah hal yang paling dibenci setiap orang, namun hal itu sangat menghibur ketika hati sedang dilanda keresahan.
"Bibi taruh dimeja, diminum ya non, kata bu Hendra susu ini baik untuk kesehatan janin yang ada didalam perut non Febi...". Wanita yang sedang hamil itu berpaling menatap segelas susu yang menjadi tema pembincangan lawan bicaranya.
"Janin ini hanya ingin membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang tulus, apa gunanya janin ini sehat namun ketika ia menghirup udara didunia, dia tak mendapatkan apa yang harus ia dapatkan..." wanita tua itu mendengarkan dan merasakan galau dari seorang perempuan yang sedang hamil tua. Meskipun tahta yang membedakan antara keduanya, namun naluri seorang wanita sebagai pembantu itu merasakan trenyuh ketika kata-kata yang baru saja terlontar dari hati terdalam majikannya. Bibi Juminah sudah lama mengabdi kepada keluarga Hendra, dia sudah dianggap saudara sendiri oleh nyonya Hendra, wanita gemuk itu dipercayai untuk menjaga anak perempuan pak Hendra sejak Febi kecil.

"Mama tidak tau ini semua, bi..." perempuan itu memutuskan untuk duduk dikursi.
"Non...jangan sedih...kalau non sedih bibi juga ikut sedih..."
"Semua ini salahku, Riky hanya menginginkan calon bayi ini, dia sama sekali tak mencintaiku..." lanjutnya dengan nafas sedikit tersengal ketika dia menyebut nama Riky.
"Mungkin setelah anaknya lahir, dia bakal menceraikanku..."
"Non..." Bibi juminah membuka mulut untuk bicara, namun dia urungkan niat melanjutkan.
"Tenang bi...susu itu tetap aku minum, semakin sehat janin itu semakin cepat anak tak berdosa itu menghirup udara didunia, mungkin semakin cepat pula Riky menceraikanku, apa aku sebagai wanita hanya bisa pasrah dengan kenyataan yang sejatinya bukan pilihanku..." Perempuan bermata binar itu meneteskan air dari kelopak matanya, segala curahan hati dia tuangkan tanpa ada jengkal dinding tertutupi bagi Bibi Juminah yang sudah dia anggap sebagai teman hati. Jabang bayi yang sebentar lagi keluar mungkin mendengar dengan apa yang diresahkan ibunya, sesaat dia berkontraksi hebat dimasa 8 bulan usianya.
"Bibi...boleh peluk non Febi ?!" Dia mendekat. Seperti ikatan batin yang tak mudah terbaca, hati wanita begitu kuat ketika dihadapkan pada pilihan yang sulit.

Udara malam begitu syahdu, terlalu banyak yang mengalun dilangit-langit, lalu membelai daun dan ranting-ranting kecil pohon cemara. Binatang malam berdendang tak beraturan, namun terdengar indah ketika semua orang beradu dalam damainya. Cinta bisa mampir ketika kita tak menginginkannya, cinta juga bisa pergi ketika hati ini terpatri untuk menginginkannya tinggal. Tolong katakan kepadanya, apakah hati ini harus berpegang pada tiang yang rapuh.

*****

Malam masih akan terus malam, ketika matahari bersembunyi dibalik waktu, kegelapan terus datang hingga waktu jua yang membuka tabir misterinya. Gadis berparas cantik sedang menatap awan yang kelam. Sendiri ditengah situasi penuh ketidakadilan, dia terus menatap, apakah dia menghitung atau sekedar menerawang sinar sebagian bintang yang menghiasi malam.

Rambutnya tergerai rapi ditumpukan kain terikat yang dijadikan bantal. Sesekali dia melihat handphone yang digenggamnya, cahaya lampunya bersinar sebentar dikegelapan barak pengungsian. Dia menghela nafas panjang ketika tak ada jawaban menggembirakan dilayarnya. Gadis cantik itu kembali menatap awan, bibir tipisnya lebih memilih diam ketika hatinya berbicara akan kerinduan.

Keramaian warga jawa timur dengan corak bahasa yang berbeda dengannya tak membuatnya terganggu dalam lamunannya. Mereka berlalu lalang diluar barak pengungsian, dia masih terus menghabiskan waktu menatap awan dalam remang malam.

Gersangnya hati merindukan cinta
Kasih bukanlah lamunan
Maaf...bila aku hanya bisa menghadirkan malam Tanpa ada bintang

Hampa hati menorehkan resah
Derai senyummu membuatku gundah
Maaf...bila aku merasa tak cukup
Tolong Katakan Kepadanya
Jangan cuma sekelebat datang diremangnya malam

"Gak baek anak gadis melamun sendirian malam-malam..." Gadis berkaos biru langit itu nimbrung berbaring disebelahnya.
"Terus...lu mau ngapain Ras ?!" tanyanya.
"Ya harus ajak-ajak gw...!!!" jawab Laras.
"Ehmmmm...." Maya berbalik badan membelakangi Laras.
"Gw lagi nunggu sms dari Ahmad, telponnya tidak aktif, dia sedang apa ya Ras...??" Maya memeluk guling.

"Dia lelaki yang aneh, dia begitu baik, dia selalu ada untuk membuat gw terpukau dengan tingkahnya yang penolong, gw benar-benar jatuh cinta. Biasanya setiap kali pulang kerja dia selalu bawakan makanan dan buah untuk ibu. Lalu dia katakan "jika sesuatu yang aku bawa ini esok hari masih ada, maka aku takkan kemari selama 3 hari", darisitu gw bisa mengambil hikmah tentang nikmatnya berbagi rizqi sesama. Karena setiap makanan yang tak habis, ibu selalu membagikan ke tetangga, dan itu yang diinginkan Ahmad.

Gw pernah menciumnya sekali, semoga Alloh memaafkan gw ketika diMasjid Istiqlal. Waktu itu pelipisnya terluka penuh dengan darah, ia lagi-lagi membuat gw terkesima setelah Jessica sahabat gw bercerita tentang kepahlawanan seorang pemuda yang menolongnya. Gw yakin itu Ahmad. Dia malah merasa bersalah tidak menepati janjinya ketempat ultah sahabat gw. Gw lihat Ahmad berdzikir dipelataran Istiqlal, gw langsung menemuinya untuk mengajaknya pulang.

Gw tempelkan bibir ini dipipinya, darahnya ikut menempel diujung hidung, gw merasa bangga karena darah yang mengalir adalah darah keberanian. Gw ingin satu saat nanti Ahmad selalu ada disaat gw butuh". Lanjut Maya.

"Menurut lu apa yang gw rasa wajarkan jika jatuh cinta kepadanya ? " Maya bertanya pada gadis disebelahnya. Beberapa lama ia diam tanpa ada suara.
"Hah tidur, dasar pelor..." ujar Maya setelah memastikan dia berbalik menghadap Laras.

Tiba-tiba suara lirih terdengar diluar barak, suara lelaki sedang memanggil namanya berulang kali.
"Maya...maya...maya...lu disitu ?"
"Ras...bangun ada yang panggil nama gw..." Maya berusaha membangunkan Laras, dia menggoyangkan pantatnya, tak lama dia terbangun dengan gelagap.
"Knapa May ?" ujarnya.
"Temenin gw keluar, ada yang manggil-manggil gw..." Maya berusaha meyakinkan Laras.
"May...lu ada didalam gak ?" suara lirih itu kembali terdengar.
"Iya gw dengar, sebentar lagi keluar..." teriaknya untuk menenangkan orang yang memanggilnya dari luar.

"Ada apa Jef ?" tanya Maya.
"Yudi May...!!!"
"Kenapa dengan Yudi ?" tanya Laras sambil ngucek-ngucek mata.
"Tenang Jef, ada apa dengan Yudi..." Maya berusaha menenangkan Jefri teman satu misi.
"Mending lu lihat sendiri disana..." Jefri menunjuk kearah jalan yang sudah dikerumunin banyak orang.
Maya dan Laras berlari kearah yang ditunjukkan jari telunjuk Jefri, kedua gadis itu berlari dengan membawa rasa penasaran yang tinggi. Kerumunan orang menambah rasa khawatirnya tentang nasib temannya.

"Yudi...ya Alloh lu kenapa ?" Maya langsung jongkok sedang tangannya berusaha menopang kepala Yudi. Temannya terkelepar bercucuran darah diperut, Maya mencoba membuka kaos yang sudah bercap darah disana.
"Dia tertusuk May..." Laras bersuara.
"Apa yang kalian lakukan pada Yudi, siapa yang melakukannya ? Tolong jangan diam...!!! " Maya berteriak kepada kerumunan orang lokal, mereka hanya saling menatap satu sama lain. Pertanyaan gadis cantik itu membuat semua orang bingung, siapa yang harus menjawab pertanyaan berisi dakwaan, yang mereka sama sekali tak tahu siapa yang melakukan.

"May...bu...kan...me....re
ka..." kata-kata Yudi susah keluar, tersengal dan batuk-batuk mengeluarkan darah dari mulutnya. Maya dan Laras mencoba memahami apa yang dikatakan Yudi.
"Ini pe...se....nan lu...May..."
"Gw...te...pa...tin...jan.
..ji kan...May...?!!" Lanjutnya.
"Wa...yang...Se...mar...!!
!" Tangan Yudi memegang kuat bungkusan kertas tebal berwarna coklat ada tangkai lurus dibawahnya, setelah dengan sekuat tenaga Yudi berbicara akhirnya lelaki dengan lumuran darah diperutnya pingsan, masih syukur kata yang terakhir yang ia ucapkan cukup jelas terdengar orang yang mengerumuni.

"Angkat dia...segera bawa dia ke rumah sakit...!!!" ucap Maya kepada Laras. Warga mencoba berebut membantu mengangkat tubuh Yudi. Antusias ringan tangan masyarakat Porong sangat besar, meskipun mereka pendatang perlakuan sama masyarakat disana menganggap seperti kerabat sendiri.

Kejadian Yudi adalah sebuah misteri yang belum terjawab. Malam dihiasi rembulan dan bintang akan terus melanjutkan kesaksiannya, angin semilir membawa arus debu bergulir begitu lambat dikerumunan orang. Maya dan Laras saling menatap seakan penasarannya menambah gundah disepanjang malam.


Kamis, 03 September 2009

Tolong Katakan Kepadanya-4


Terik panas menyengat kota Sidoarjo saat itu. Udara dan debu bersahabat bagi mereka yang menjadi korban Lumpur Lapindo di desa Porong. Pemandangan anak-anak kecil bermain disekitar pengungsian dekat rumah mereka yang telah rubuh, terlihat lusuh menggambarkan pahitnya kehidupan disana. Terus bercanda dan berlari serasa tanpa ada beban dipikiran mereka, tawa dan riang ala anak-anak. Tampak lelaki bertubuh hitam legam terus berupaya mengumpulkan dan menata bata-bata yang masih utuh diantara puing-puing rumah yang telah rubuh dilingkungannnya. Pak Masduki namanya, pria seusia kisaran 40 tahunan itu terus mengucurkan keringat kerja kerasnya.

Seluruh tanah didesanya ambles sedalam satu meter lebih setelah dua tahun lebih tanpa henti isi bumi keluar akibat kegagalan pengeboran gas yg dilakukan PT. Lapindo Brantas Inc. Akibatnya sedikit demi sedikit rumah-rumah runtuh dengan sendirinya.

Rumah pak Masduki terus berpacu dengan lumpur, diantara dua pilihan yang sederhana, menunggu rumahnya dirobohkan lumpur atau dia robohkan duluan. Kalau dirobohkan lumpur jelas ia tak dapat apa-apa, kalau dia yang merobohkan masih bisa memanfaatkan sisa genteng, batu-batu, kusen-kusen pintu, besi-besi bekas yang semuanya laku dijual.

Meski sederhana pilihannya, ia lama memikirkan hal itu. Baru setelah dia kepepet (jawa : terpojok) karena dua tahun tak juga dapat uang pengganti rumah dan tanahnya dari Lapindo. Dia lalu robohkan rumahnya.

Dilema yang terjadi, dia yang dulu tukang bangunan dan sekarang dia malah menjadi tukang merubuhkan bangunan.

Saat ini lelaki beristrikan bu Sumiati itu terus berupaya sekuat tenaga menghidupi keluarganya dengan kerja serabutan dikota Surabaya. Buruh bangunan kembali menggugahnya dari himpitan kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Lebaran kemarin dia kembali ke tempat pengungsian untuk menjenguk istri dan ketiga anaknya. Hanya bisa dihitung satu jari ditangan kanan anak-anak mereka bertemu dengan bapaknya, uang hasil kerja pak Masduki hanya dititipkan kepada tetangga yang kebetulan bisa pulang setiap dua bulan sekali, dia itu mandor ditempat kerjanya.

"Begitulah mbak cerita tentang suami saya, wis aku isone yo pasrah wae karo sing nggawe urip (jawa : aku hanya pasrah saja dengan Yang Maha Menciptakan Kehidupan), kadang juga merasa kasihan melihat pakne sendiri yang bekerja keras, saya hanya bisa membantu berjualan rujak cingur disekitar MI (Madrasah Ibtidaiyah) Glagah, lumayan bathine (jawa : labanya) untuk jajan anak-anak" ucap ibu setengah umur memakai daster merah muda yang sudah lusuh kepada Maya. Maya tak segan memeluknya, hadirnya sebuah bantuan program yang dicanangkan salah satu Bank dinegeri ini membuat warga Porong seakan menghirup udara segar. Maya dan kawan-kawan menjelaskan secara detail maksut tujuan program pelatihan usaha kecil bagi korban lumpur Lapindo, khususnya bagi mereka yang tak lagi semangat menghadapi kehidupan menurut mereka tak adil adanya.

"Mbak Maya...enthuk njaluk jepite rambut, aku ben ayu koyo mbak (jawa : boleh aku minta jepit rambutnya, biar aku ayu seperti mbak) " gadis kecil itu lucu ketika meminta dengan kedua tangannya saling bertopang manja.

"Husssshhhh...wis kono dolanan dakon, ojo ganggu mboke..." Bu Sumiati mengerdipkan mata pada si Mina, anaknya yang paling kecil.

"Ehmmm..." Maya hanya senyum setelah gadis kecil meninggalkan mereka berdua berbicara.

"Program dari Bank Mandiri apa boleh bagi saya yang sudah bekerja sebagai penjual rujak ?" tanya ibu Sumiati akrab kepadanya.

"Seperti yang sudah saya jelaskan kemarin, program kami tidak hanya untuk kalangan ibu-ibu saja yang belum bekerja, tapi juga bagi siapa saja yang ingin bersemangat untuk berwirausaha, Bank memprioritaskan dan mengkhususkan bagi korban lumpur di Sidoarjo ini. Dana untuk awal usaha ataupun untuk mengembangkan usaha dipinjamkan tanpa bunga secara rata kepada warga disini. Saya dan teman-teman saat ini hanyalah sebagai penyuluh serta penyurvey berapa warga yang antusias mengikuti program ini, untuk pelatihan wirausahanya ada tim tersendiri dilain hari. Ada berbagai macam yang ditawarkan, pelatihan menjahit, pelatihan tata boga, dan pelatihan-pelatihan usaha kecil yang lain, seperti merawat tanaman kualitas impor dan lain-lain".

"Ooo ngono toh, yo wis ibue ikut saja, lha wong ikut pelatihan juga sama saja menambah ilmu, mugo-mugo usahaku tambah tokcer..."

"Amien bu..." jawab Maya.

Geliat panasnya sinar matahari tak surutkan pasukan pembawa berkah, Maya dan kawan-kawan terus masuk dan berbicara dari masing-masing anggota keluarga korban lumpur. Mereka hanya membawa misi sosial tak lebih dari itu, bahkan gaji yang ia dapatkan jauh tak setimpal dengan pengorbanan yang mereka lakukan, namun mereka tak mengeluh.

"May...lu sudah dapat berapa ? Boleh gw duduk disamping lu ? ".

"Iya duduk aja Yud, gw dapat 51 orang, kesemuanya ibu-ibu..." jawab Maya kepada Yudi temannya.

"Banyak banget, gw aja gak ada 10 orang..." Yudi membuka snack (makanan ringan) yang ia bawa dari tadi.

"Sapa yang nanya lu??? Kayanya Maya nggak nanya deh..." ucap Laras sewot. Duduk Laras mendekat ke Maya, ia mau berbisik kepadanya namun diurungkan.

"Eh...sapa yang bicara ama lu ?! " jawab Yudi enteng.

"Oh ya May...ntar malam ada pasar malam di kampung petruk, kita kesana yuk, sekali-kali kita nikmati hiburan masyarakat kecil, ada pertunjukkan wayang segala, dijakarta gak ada tuh..." ajak Yudi sambil membuka bungkus lemper (makanan dari ketan yang didalamnya ada abon sapi dan dibungkus daun pisang lalu dikukus).

"Emang lu masyarakat besar ? Ngaca deh lu ?!" lagi-lagi Laras sewot.

"Gw kan gak ngomong ama lu Ras..." Yudi menimpal.

"Sori Yud, gw capek banget hari ini, gw mau langsung tidur..." Jawab Maya dengan harapan ia mengerti penolakan halusnya, tak lama Maya berdiri meninggalkan Yudi dan Laras.

"Hihihiiiiiii...cucian deh lu..." Laras mengikuti berdiri menyusul Maya berjalan melenggang.

"Ya udah gw pergi sendiri aja kalau gitu, gw bawain oleh-oleh wayang buat lu May..." teriak Yudi sambil siap menghabiskan potongan lemper yang tersisa.

"Mau yang wayang Arjuna atau wayang Bima ?! " lanjut teriaknya.

"Semar aja Yud biar nyamain ama perut lu, hahahaaaaaa..." balas Laras dikejauhan, Maya hanya tersenyum.

"Demi lu, iya deh gw bawain Semar..." batin Yudi dengan lugu.

"Aemmmmm...beuh...cuihhhhh...sial daun lemper gw makan...!!! "

*****

Disebuah gang Cempaka belakang Masjid As-Salam.

Ibu-ibu jamaah sedang berkumpul pengajian siang di hari jumat. Sebuah rumah kecil bercat biru dengan berbagai pot gantung diteras sudah kelihatan ramai perbincangan para ibu, acara pengajian yang biasanya diadakan tepat jam 2 siang ini belum menampakkan aktifitas inti. Pengajian setiap seminggu sekali ini selalu bergilir dari satu rumah jamaah ke rumah jamaah lainnya. Kali ini rumah bu Arum yang giliran mendapat hajat. Para jamaah ibu-ibu tampak masih menunggu jamaah lain yang belum hadir. Sudah cemepak (jawa : tersedia) suguhan minuman teh hangat dan jajan pasar bagi mereka yang baru saja datang.

"Silahkan bu Slamet, mbok duduk didalam saja, kita ngobrol-ngobrol disini..." ucap ibu berkacamata kepada wanita gemuk yang baru saja menaruh sandalnya.

"Oiya bu kemarin itu siapa jadinya yang dapat arisan ? Maaf lho saya gak bisa datang, lha wong bapaknya minta ditemenin beli mobil baru..." tanya ibu disebelahnya.

"Waduhhh ibu Sugeng ini beli mobil kok terusan, kaya beli pisang saja..." ucap ibu lain berbaju ungu terong.

"Yahhh daripada beli pisang dimakan sambil kepanasan kan enakan dimakan sambil kedinginan kena AC, sama suami yang baik lagi..." balas bu Sugeng.

"Asal jangan makannya ketuker pisang suami bu Sugeng...!!!" celoteh bu Renggo dikejauhan.

"Hahahaaaaaa...." terdengar gelak tawa ibu-ibu rumah tangga yang sedang punya hajat.

Ibu Arum masih tampak gelisah diluar,sepertinya tak ada lagi ibu jamaah yang datang, namun ia terus menunggu diluar. Nampaknya ada yang ditunggu, pasti seseorang yang sangat penting baginya, bolak balik menengok dilorong jalanan kampung, ia masih terus gusar.

"Ya sudah bu Hajjah Jannah, dimulai saja pengajiannya, sudah terlewat seperempat jam..." ucap ibu Arum kepada pimpinan pengajian ibu-ibu hari ini.

"Sepertinya masih ada yang ditunggu ? Sebagai tuan rumah silahkan bu Arum duduk didalam..." sanggah bu Jannah.

"Baik bu saya duduk disini saja, saya hanya menunggu bu Marsinah kok belum juga datang..."

"Oalah...menunggu calon besan toh..." ucap bu Ratna.

"Emang acara nikahan Maya sama Ahmad kapan bu Arum ?" tanya bu Sugeng.

"Saya siap menyumbang 2 kambing lho..." lanjutnya.

"Adeuhhhh terima kasih jeng, saya dan bu Marsinah sepakat akan menikahkan anak kita dibulan depan, insyaAlloh awal bulan Rajab tepatnya..." jawab bu Arum.

"Alhamdulillah..." serentak ibu-ibu pengajian mengamininya.

Ya Nabi salam 'alaika

Ya Rasul salam 'alaika

Ya Habib salam 'alaika

Sholawatullah 'alaika

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, namun bu Marsinah belum muncul juga dirumah bu Arum. Apa yang terjadi belum bisa dibayangkan olehnya, dia tak mau menduga-duga hal yang belum tentu kebenarannya. Seluruh ibu-ibu pengajian sudah pulang sepuluh menit yang lalu, terakhir meninggalkan rumah bu Arum adalah bu Ratna, karena ia adalah seksi kelengkapan, semua perabotan pengajian dia yang bertanggung jawab mulai dari pencatatan anggota hadir hingga ke tape dan speaker.

Sementara bu Arum sedang menyapu sebagian pelataran kecilnya yang masih kotor. Tangannya terus mengayun namun pikirannya mencoba menerka-nerka apa yang terjadi dengan calon besannya. Tak biasanya wanita seperti bu Marsinah absen dalam pengajian, padahal rajin kedatangan lebih awal tak diragukan lagi.

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikum salam, siapa ya ? Apakah bu Marsinah ?" jawab dan tanya bu Arum dari dalam rumah. Tak sabar akan menjawab gelisahnya hingga ia lupa mengenakan jilbab yang semampir (jawa : tertaruh) dikursi kayu untuk keluar menemui siapa yang datang.

"Alhamdulillah...bu Marsinah..." Bu Arum mencium kedua pipi bu Marsinah dengan gembira.

"ibu-ibu pengajian semua menanyakan ibu, saya khawatir ada apa-apa..." Bu Arum mempersilahkan duduk lewat tangan sopannya.

"Saya mencari data-data identitas Ahmad untuk keperluan hajat kita, saya fikir ketinggalan dikampung, gak taunya ada dirumah pamannya" jawab bu Marsinah.

"Lalu saya kesana lebih pagi dengan harapan bisa mengejar pengajian sore hari, eh malah macet total jalanan ada demo besar-besaran buruh bangunan, minta maaf bu Arum..." Lanjutnya.

"Iya gak papa bu, sebetulnya data bisa nyusul jika waktu sudah kurang seminggu..." sanggah bu Arum.

"Kalau bisa lebih cepat kenapa pilih yang terlambat, betul kan bu..." Bu Marsinah tersenyum hingga terlihat banyak kerutan didahinya.

"Ahmad Kemal Ramadhan, nama yang bagus, nama yang terakhir hampir mirip dengan anak saya, calon menantu ibu, Maya Denting Ramadhanti..." Bu Arum membuka berkas yang diberikan kepadanya, akta kelahiran Ahmad yang ia baca.

"Nama yang cantik, secantik orangnya..." ucap bu Marsinah.

Adzan maghrib menggugah hati dua wanita istimewa bagi kedua anaknya. Senja sekelebat menebar angin yang berhembus disetiap lorong lafal Alloh dan Muhammad di Masjid As-Salam. Kepala manusia angkuh bersujud sepadan dengan kaki untuk bersimpuh dihadapanNya. Satu hembusan nafas alirkan doa. Semua sama rata semua sama rasa. Manusia selalu hina dimataNya. Hanya Dia Yang Maha Segalanya.


Tolong Katakan Kepadanya-3


"Paman...celanaku bolong"

"Kalau gak bolong mana bisa dipake?!"

"Ini serius paman..."

"Bolong dimana? Nanti kalau udh selesai presentasi kita beli yg baru, udh siang nih, ayo berangkat...!!!"

"Bismillah...semoga gak kelihatan"

"Itu yang penting"

"klik..." suara flip lipatan telpon genggam yang mungil kembali tertutup.

Jakarta pagi ini tak secerah pagi kemarin, namun jalanannya tak pernah berubah masih seperti kemarin besok dan akan datang, kemacetan hal yang sudah biasa terlihat. Sebuah mobil sedan honda vios menghidupkan lampu sign dekat terminal persahabatan jakarta timur. Tak biasanya dengan situasi jalan yang sangat padat tukang parkir berseragam rompi kuning membiarkan mobil itu berhenti ditempat sempit.

"Siap bos..." ucap semangat lelaki kurus berseragam rompi kuning sambil tangannya diangkat kepada lelaki tua yang baru saja memarkirkan mobil. Tak lama lelaki lain segera masuk kedalam mobil sedan itu.

"Paman...ini mobil siapa?"

"Wis pokoknya kamu duduk manis saja, kita sudah ditungguin..."

"Ambil semua mas..."

"Terima kasih banyak bos..." lelaki didalam mobil memberikan uang sepuluh ribu kepada tukang parkir, uang yang tak biasa ia terima itu meninggalkan kesan sumringah diwajahnya yang kumal.

"Paman...kita mau kemana ?"

"Ambil berkas dijok belakang, itu proposal yang bakal kita presentasikan, tolong baca dan pelajari, dalam satu jam kamu harus bisa menguasainya" seorang yang mengendalikan kemudi hanya menengok kepada pemuda yang bertanya beberapa saat. Suara kembali senyap, obrolan ditengah kemacetan lebih tidak mereka pilih, diam tanpa suara, hanya suara penyiar radio yang centil menemani dan juga parfume wangi buah anggur yang mengisi kekosongan.

"Mal...apa yang bisa kamu lihat dari proposal itu ?" pria berkacamata yang biasa dipanggil paman itu melirik kaca spion sebelah kiri untuk memastikan tak ada motor yang nyelonong.

"Kemal hanya bisa baca dan menyimpulkan, Data pembangunan Apartemen Wisma Surga di Kalibata HILANG, sementara pekerjaan sudah berjalan 85persen, total dana yang dibayarkan baru 30 persen"

"Betul...pembangunannya berhenti 3 bulan yang lalu, PT. Dana Gesit Abadi membutuhkan suntikan dana untuk melanjutkan pekerjaannya, mereka membutuhkan konsultasi pembuatan data proyek yang hilang menjadi yang terbaru"

"Itu mudah paman, serahkan padaku, cuma yang menjadi masalah apakah data kita bakal diterima oleh pihak apartemen ?" lelaki pemuda bertubuh atletis itu mengungkapkan pertanyaan yang tak langsung dijawab.

"Apartemen itu milik satu orang, namanya pak Mito, dia salah satu orang berpengaruh dinegeri ini, kita harus mencoba untuk mendekatinya baik-baik..."

"Bagaimana kita mendekatinya ?"

"Itu yang sedang paman pikirkan..." seorang lelaki itu berfikir sangat keras hingga terlihat banyaknya lipatan dijidat, tangannya masih pegang setir, tak terlalu sulit untuk mengendalikan mobil bermesin automatic, karena tak perlu direpotkan dengan perpindahan gigi.

"Paman ingin Kemal yang menyelesaikan semuanya hingga tuntas..." ujar paman.

Lagi-lagi parfume berwadah kucing tidur itu menyemprot otomatis, wanginya menyebar hingga ke celah-celah mobil yang tak terlihat. Dingin dan wangi seperti terapi yang menyehatkan. Lelaki bernama Kemal masih mempelajari berkas ditangannya, sangat lama dia mengamati lembar demi lembarnya, dia belum pernah menghadapi pekerjaan yang menyita banyak pemikiran, sebelumnya Kemal adalah seorang mandor bangunan, lelaki muda itu dipercaya mengatur orang-orang untuk melakukan pekerjaan kasar dilapangan panas. Kali ini berbeda, pekerjaan yang ada didepan mata adalah jauh terbalik dari yang pernah dihadapi, dia harus mulai menyiapkan langkah apa yang harus dilakukan untuk melakukan dan menyelesaikan, menghitung lagi anggaran dari sketsa gambar tehnik, sudah tentu diakumulasi ulang secara jeli lalu dilakukan rekap kesemuanya.

"Gambar proyek yang ada hanya ini, paman ?"

"Kita bahas disaat presentasi, pihak PT. Dana Gesit Abadi siap membantu memberikan data apa saja yang masih ada"

"Semoga tidak hilang semuanya..." ucap Kemal.

Mobil sedan menghidupkan lampu sign kearah sebuah gedung bertype klasik, dinding gedung yang berhiaskan keramik corak natural berwarna coklat, disudut gedung terdapat air jernih yang mengalir tersorot lampu redup dari dalam tembok menambah kesan kalem (jawa : tenang). Terlihat gardu pos satpam terbuat dari kayu yang berkualitas, lalu disetiap pemisah parkir antara mobil satu dengan mobil lain ditumbuhi tanaman cemara kecil yang lebat hingga menambah sejuk dipelataran luar gedung, kekreatifan perencana tata letaknya berbeda dari kebanyakan gedung lain, tertata dengan sangat seni.

"Rapikan bajumu, pakai dasi ini, ambillah parfume paman didashboard untuk menyenangkan pikiran, bawa tas data ditangan sebelah kiri, pegang telepon genggammu ditangan kanan, lalu jalanlah tegap sesuai keoptimisanmu anak muda..."

"Baik paman..." jawab tegas Kemal.

"Ingat Kemal, proyek ini harus dijalankan dengan kejujuran, dan kamu punya itu...!!!"

"Ehmmm..." Kemal mengangguk.

"Bentar paman ada telpon masuk" ucap Kemal.

"Iya, kapan? Kok dadakan gini ? Berapa hari disana ?" terdengar Kemal mengajukan pertanyaan ditelpon genggamnya, tangan paman merapikan dasi yang dipakai Kemal, sesekali memandang keponakannya yang semakin besar semakin gagah, tiba-tiba dia tersenyum sekilas mengingat dulu Kemal kecil hingga sekarang yang selalu karab dengannya, ada banyak kesan terkenang yang susah untuk dilupakan.

"Hati-hati, ingat solat 5 waktu, bye..." telponnya berakhir.

"dari siapa ?" tanya paman.

"Maya, hari ini dia berangkat ke Surabaya, selama 5 hari disana, ada program pelatihan usaha kecil bagi korban lumpur Lapindo" jawab Kemal.

"Ooo...matikan handphone, masukkan SIM Card-mu ke Blackberry paman, selama proyek ini berjalan pakai smartphone itu, ingat jaga penampilanmu, Kemal sekarang bukan mandor lagi...!!!" ujar paman.

"Ehmmm..." Kemal mengangguk.

*****

House music terdengar kencang didalam ruangan yang lumayan besar, ruangan itu bercat hijau muda berlukiskan bintang dan mentari yang bersinar kuning serta orange, menambah kesan terang meskipun ruangan tersebut tertutup dan kedap suara.

Sepatu keds putih dan kaos kaki pendek menghiasi kaki putih yang bersih. Terlihat melakukan jump (inggris : loncat) berulang-ulang, pemilik kaki itu mulutnya komat kamit menghitung disetiap gerakannya, nafasnya ngos-ngosan secara bergantian menghirup dan menghembus menambah kesan semangat membara. Tak lama dia berbaring dilantai untuk melakukan gerakan set up, musik rancak (padang : ramai) menemani keringat yang mengucur disekujur badannya, musik disco konon tepat digunakan untuk menarik minat berfitness selain membuat orang bersemangat juga sangat berpengaruh dengan kontraksi jantung yang bekerja keras.

"Lu kayanya gak perlu melakukan itu deh..." ucap gadis yang baru saja membuka pintu fitness room.

"Maksut lu ? Gw pingin lemak diperut hancur berkeping-keping ? Huhhhh..." jawabnya dengan menghela nafas panjang.

"Jess...perut lu tuh dah kenceng kaleeee, lu tuh dah proporsional banget..." tangan gadis itu mengulurkan handuk kecil dan orange jus kepadanya.

"Thanks, srupuuuuuutttt..." ucap terima kasihnya dengan nyruput orange jus.

Dua gadis itu melepas lelah dengan bercengkerama diteras rumah yang menghubungkan pintu fitness room. Rumah mewah yang terletak dipinggiran kota itu bisa menghidupkan suasana, selain berbagai macam jenis tanaman yang merambat didinding taman juga ada patung dewa dewi yang berdiri ditengah kolam ikan. Cuaca panas jakarta sama sekali tak berpengaruh dirumah itu, meskipun tampak beberapa petak rumah kaca yang memayungi taman anggreknya.

"Gw masih penasaran dengan kejadian sebulan yang lalu, Ran..." gadis satu mengawali pembicaraan mereka disekitar taman anggrek miliknya.

"Akhir-akhir ini gw bermimpi lelaki itu, dia yang menolong gw dalam kejadian itu, gw berusaha mengikuti berita tentang perkembangan kejadian itu, polisi udah mendapatkan semua pelaku provokasi dalam peristiwa tawuran itu, saking pingin yakinnya gw sama pak min ke kantor polisi langsung, dia gak ada disana, dan gw yakin dia bukan termasuk pelaku provokasi tawuran di malam itu" lanjutnya.

"Udh tau gak yakin ngapain juga kesana" jawab temannya enteng.

"Gw gak tau Ran, gw ingin bertemu dia untuk kedua kalinya..."

"Jangan-jangan lu jatuh cinta kepadanya..."

"Gak tau, Ran..."

Angin siang menerpa rambut kedua gadis itu, gadis satu berambut panjang lurus hanya melepas nafas lega ketika mengutarakan jawabannya yang mengambang, gadis lain berambut lurus dikuncir hanya bengong merasa tak puas menatap wajah temannya yang menjawab pernyataannya.

*****

Kemeja lengan panjang berwarna putih dengan dasi merah maron menambah kesan wibawa pemuda yang berdiri diruang rapat. Ia menjelaskan panjang lebar tentang motifasinya untuk segera menyelesaikan proyek yang akan dia tangani itu. Keenam orang yang lain diruang itu tampak serius menyimak metode yang akan ia jalankan, sebuah layar yang menampilkan slide per slide dari sorot proyektor ia jelaskan secara runut. Gambaran langkah yang harus ia lakukan pertama hingga akhir pembuatan data yang hilang sudah diterima owner (inggris : pemilik) PT. Dana Gesit Abadi, tampak dari tatapan mata dan anggukan kepala disetiap selesai per slide nya.

"Metode yang akan kami jalankan ada 4 tahap untuk menyelesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan..."

"Sori saya potong, berapa lama saudara menyelesaikan, soalnya waktu akan berpengaruh uang perusahaan yang menumpuk tak bisa keluar karena pekerja kami jg berhenti bekerja, kami membutuhkan percepatan..." ucap lelaki berjas krem dengan nada yang sangat anggun ketika menyela.

" Riky...biarkan Kemal melanjutkan presentasinya dulu " seorang lelaki tua menanggapi pertanyaan pemuda berjas krem itu. Pemuda yang bernama Riky merasa welcome dengan apa yang diungkapkan bapak tua itu.

"Pak Johan dan saudara Riky...pertanyaan yang anda utarakan akan saya jawab dislide berikutnya..." jawab Kemal.

"Untuk menjawab berapa lama harus diselesaikan akan saya jawab setelah saya menjelaskan 4 langkah yang harus saya ambil.

Pertama adalah perencanaan, untuk apa saya ambil perencanaan karena apapun bentuknya saya harus mengenal dan pelajari dulu jenis data yang anda punya, untuk menyikapi data yang hilang paling tidak informasi daya ingat bapak dan ibu sekalian sangat membantu kami.

Kedua adalah organisasi, setelah saya mempunyai amunisi untuk berperang, saya tidak ingin bekerja sendirian, ibarat perang saya harus punya pasukan, seperti kata Nabi tidak boleh bekerja ataupun berperang secara sendirian, kurang kompak persatuan bisa melumpuhkan kesatuan yang ada, saya mohon kepada pak Johan sebagai Board of Director diperusahaan ini mengabulkan permintaan saya untuk membentuk organisasi darurat diperusahaan ini menghadapi penyelesaian secara tepat dan akurat.

Ketiga adalah action atau bertindak, saya disini bersifat terbuka, konsultan sangat membutuhkan komitmen dari rekan semua yang menjadi bagian ini, disini saya akan bersikap tidak sebagai atasan didalam organisasi, namun bersifat rekan atau sahabat kalian, untuk menjalin hubungan yang baik dengan pihak customer saya siap bekerja 24 jam.

Keempat adalah kontrol itu sendiri, setelah data yang terbaru selesai kita buat, saya coba mengontrol dari semua aspek yang ada, customer adalah tetap prioritas utama, karena keputusan positif mereka adalah uang kita, disetiap langkah yang saya ambil sudah direncanakan dengan matang.

Saya mentargetkan uang perusahaan ini bisa keluar adalah satu bulan mulai dari sekarang...!!! " Kemal menjelaskan secara rinci disetiap metode yang akan dijalankan. Dia tampak serius mengakhiri penjelasan dengan gaya tangan yang sangat sopan.

" Bagaimana bisa saudara mendekati mereka untuk menandatangani draft proyek baru yang akan saudara buat ? " ungkap satu-satunya wanita didalam ruang rapat itu. Dia menunjukkan bolpen sebagai tanda sela dia berbicara, sebenarnya cara itu kurang sopan namun Kemal tetap melihat sebagai suatu bentuk pertanyaan Raja yang harus disanggah.

" Pendekatan...itu yang akan saya lakukan untuk menyelesaikannya, dengan cara apapun saya akan mendekati customer, secara halal pastinya " jawab Kemal.

" Cukup...cukup...cukup...ulasan kamu sangat menarik anak muda, saya menangkap maksut dan tujuannya, sangat bagus sekali metodenya.

Santi...nanti biar saya sendiri yang bawa Kemal untuk bertemu dengan customer kita langsung, pak Mito terakhir saya hubungi sangat membantu dan tidak ada permasalahan.

Saya hanya ingin penyelesaian data terbaru segera diselesaikan.

Kemal...saya juga ijinkan kamu untuk membentuk organisasi darurat dikantor ini, kamu diijinkan secara langsung mengimprove pasukan yang ada untuk pencapaian target satu bulan.

Ok saya pikir rapat hari ini selesai.

Kemal...saya perkenalkan saudara-saudari yang hadir dirapat ini, dari ujung adalah bu Santi, dia yang akan membantu kamu untuk mendapatkan data pengeluaran dari warehouse (inggris : gudang), dia seorang manager logistic Sebelahnya adalah pak Guruh, dia bagian keuangan, seorang Manager Finance dan Accounting.

Ini adalah Riky, pelaksana proyek, dia yang bertanggung jawab penuh untuk menemanimu menyelesaikan data, dia seorang Project Manager.

Dan ini adalah Michael, seorang arsitek handal yang kami punya, sebenarnya data terbaru bisa dibuat oleh Michael, namun ia punya job khusus untuk menyelesaikan yang lain.

Sudah jelas semua Kemal.

Riky...untuk sementara Kemal pakai ruang kerjamu dan kamu pindah diruangan saya. Kalian berdua harus saling kerja sama, perusahaan ini sangat percaya pada kalian.

Ok pak Darsono rapat hari ini selesai, terima kasih kalian semua " pak Johan pantas untuk menjadi pimpinan, seorang yang bijaksana.

" Paman gak salah punya keponakan hebat kaya kamu " bisik paman ditelinga Kemal.

" Tapi paman...saya butuh satu bulan untuk menyelesaikannya..." ucap Kemal canggung.

"Ingat...untuk mendapatkan ikan yang besar dan indahnya pemandangan laut kamu harus berani mengendalikan kapal hingga ke tengah samudra, kamulah nahkodanya, wujudkan mimpimu dan juga mimpi pak Johan " ucap paman membuat Kemal kembali bersemangat.

" Baik paman..."

" Ayo kita pulang...!!! "

" Sebentar saya mau sholat dzuhur dulu, sudah dengar adzan, takut lupa..."

" Ya sudah paman bicara dulu dengan pak Riky diluar, kamu cari musola sana..."

Astaghfirullah rabbal baroya...

Astaghfirullah minal khatoya...

Suara dzikir serak menggugah sukma

Rumah Alloh tak pernah surut akan gema surga

Hidup ini bergelimang dosa

Hamba berbuat nista

Lagi-lagi untukku meminta

Hanya Engkau Sang Maha Pengampun Dosa

" Assalamu'alaikum... " Kemal mengucapkan salam akhir solat wajib disiang hari.

" Den bagus...sampeyan ada disini..." ucap tiba-tiba menyahut tangan Kemal untuk bersalaman.

"Masih ingat saya ? Alhamdulillah Alloh mempertemukan kita, saya belum sempat mengucapkan terima kasih waktu itu...." lanjut lelaki tua bertubuh kurus.

Kemal bingung, mencoba mengingat-ingat beberapa kejadian yang telah ia lalui.

" Nama bapak adalah Parmin, panggil saja pak Min, den yang selamatkan bapak dan non Jessica waktu tawuran dimalam itu..."

"Oh iya saya ingat, alhamdulillah pak kita bertemu dalam keadaan sehat, maaf jika saya agak lupa, karena kejadiannya malam..." sanggah Kemal.

"Perbuatan yang baik memang sebaiknya jangan diingat-ingat, takut gak jadi pahala..."

"Amien semoga menjadi pahala, pak..."

"Jika non Jessica tahu bapak bertemu dengan sampeyan, dia pasti sangat girang bukan kepalang..."

"Tolong katakan kepadanya, ucapan terima kasihnya sudah saya terima dengan ikhlas, seikhlas-ikhlasnya..." Kemal tersenyum.

Astaghfirullah rabbal baroya...

Astaghfirullah minal khatoya...

Alam beristighfar terdengar riuh

Menyentuh jiwa dan ragaku

Dan rohku kepadaMu mensucikan jasad yang kotor

Astaghfirullah rabbal baroya...

Astaghfirullah minal khatoya...

Ya Rahman Ya Rahim Ya Ghofar

Hanya Engkau Sang Maha Pengampun Dosa