Kamis, 23 Juli 2009

Tolong Katakan Kepadanya-2


Aku tak pernah menduga pertemuan malam itu adalah pertemuan yang akan mengubah seluruh hidupku, aku adalah Maya, kemarin aku masih sebagai Maya yang tak pernah mampu percaya dg mahluk yg bernama cowok, setelah kelakuan bejat Riky menghancurkan mimpiku, mungkin mulai saat ini aku harus merubah penilaianku tentang cowok, aku harus tersenyum manis untuk almarhum ayahku dan juga Ahmad.

Hari ini genap enam bulan terlewati setelah bu Marsinah mengkhitbahku, saat itu dia tersenyum sumringah begitu aku menganggukkan kepala menerima pinangan Ahmad. Bu marsinah salah seorang ibu yang berjuang keras mendidik dan membesarkan kelima anaknya. Ditinggal suami sejak kelima anaknya membutuhkan panutan dan kerja keras seorang ayah, meskipun semangat bu Marsinah selalu tumbuh namun takdir yang bicara kenyataan. Hanya Ahmad yang bisa menyelesaikan sampai STM, yang lain hanya lulus SD, lalu kebanyakan dari mereka memutuskan bekerja dan berkeluarga dikampung.

Ahmad adalah lelaki kedua yang mencoba mengisi hatiku dengan keberanian yang mengesankan. Ada nilai tambah dihatiku untuknya, selain tampan dan agamis, dia juga lucu. Ahmad selama ini tidak berani memandangku terlalu lama, jika aku menyentuh tangannya, dia gemetar lalu menghindar dan mengalihkan pembicaraan. Meskipun selama ini dia tidak pernah mengatakan kata Cinta kepadaku, aku yakin dia bukan lelaki yang lemah terhadap wanita. Aku merasakan ada yang gemetar dihatiku "tolong katakan kepadanya...aku mencintanya..." batinku mengiringi senyumku.

"Aduhhhh...anak ibu mau kemana udah cantik begini?" sindir ibu jika aku berbeda dari biasanya, pasti sebentar lagi dijemput Ahmad, itu tebaknya.
"Hari ini hari ulang tahun Jessica, Maya diundang untuk dua orang, rencana mau ajak Ahmad, boleh kan?"
"Iya boleh, hati-hati ya nak..." pinta ibu.

Aku melihat detak jarum jam terus berdetak, sepuluh menit lagi janji Ahmad datang menjemputku. Dia membawa kado untuk sahabatku, aku pasrahkan dia untuk membungkusnya, aku yakin pasti rapi. Aku sudah tak sabar melihatnya kenakan baju yang aku pilih. Dia pasti kelihatan gagah terbalut sweater diantara bajunya. Dia pasti sopan dengan gelagatnya yang mengagumkan. Dia pasti...handphone ku tiba-tiba bergetar sebentar, sms aku terima. "Maya berangkat saja dulu, aku tak bisa jemput tepat waktu, kita ketemu disana, sms-in alamatnya" dari nomor Ahmad.

Kekecewaan hanya sesaat, aku tidak boleh terlambat dipesta sahabatku. Aku bergegas untuk menepati amanat.
"Taxi...!!!" teriakku.
Selama diperjalanan aku bicara banyak dengan bapak sopir taxi, agar mengalihkan rasa khawatirku kepada Ahmad, berbagai macam pertanyaan dan jawaban tentang Ahmad berputar-putar dikepala. Tidak biasanya dia mengecewakanku dengan janjinya, semoga tidak terjadi apa-apa. Sesekali aku meraba handphone, tak ada getar yang menandakan sms maupun telpon masuk. "Astaghfirullah...aku lupa nge-cas, tak lama lagi baterainya lowbat, yahhhh langsung mati..."

"Belok kanan atau belok kiri, non..." ucap bapak sopir taxi.
"Iya itu pak, rumah yang banyak mobilnya..."
"Kok ada mobil aerio warna silver, itu kan mobilnya...ahh semoga saja bukan dia..." gumamku dalam hati.
"Hai Maya...lu cantik banget..." pujian Rani menyambutku.
"Jessica mana Ran ? Kok belum kelihatan ?! " tanyaku.
"barusan gwe telpon lagi dijalan, habis keluar salon, pokoknya gak bakal kalah cantik sama elu deh..." celotehnya.
"Yukkk masuk dulu, rilex and minum-minum dulu..." ajaknya.
Rumah ayah Jessica sangat luas, lantai bawah saja jika dibuka pintu kayu itu menghubungkan jalan ke taman yang asri, banyak tanaman yang rindang dan remangnya cahaya lampu taman yang menyinari air jernih dikolam renang, menambah suasana malam ultah Jessica menjadi indah. Aku memilih duduk di mini bar dekat ayunan kayu yang biasanya tempat membaca buku Jessica, jika hari libur tempat ini adalah tempat favoritnya, dari pagi hingga sore dia lebih menyukai bergelut dengan buku, Jessica yang cantik ternyata punya kesamaan denganku, Kutu Buku.

"teman-teman semua untuk menunggu teman kita yang berbahagia datang, kami tampilkan Group Band yg sengaja diundang dimalam ulang tahun Jessica, ST12...!!!" ucap MC yang tak lain dan tak bukan si Tiara, temanku sebangku waktu SMA.

"Charlie...charlie...charl
ie..." teriak cewek-cewek begitu sang vokalis ST12 keluar lalu melambaikan tangan kepada mereka, aku lebih memilih tetap duduk disini, ditemani sepotong "cake ice cream" dan segelas kristal berisi lemon tea. Dari kejauhan aku melihat sang vokalis menyapa tamu undangan dengan sopan, sesekali dia menyambut tangan cewek-cewek yang sedari tadi mencoba meraihnya.

Mereka mulai membawakan lagu yang tak asing lagi bagiku, "PUSPA, Putuskan Saja Pacarmu". Meriah suasana pesta malam ini, semua cewek berloncat-loncat mengikuti alunan melodi, penampilannya sempurna. Aku masih menyaksikan dari kejauhan, setiap kali mata kuarahkan ke gerbang pintu masuk, tak ada aktifitas yang berarti, hanya 5 orang satpam yang berjaga disana, banyak mobil mewah yang terparkir dihalaman sebagai materi penjagaannya. Hati ini berharap seorang pangeranku datang kesini saat aku sedang menyendiri, Ahmad pasti mencoba menelponku, sayang bateraiku tak mengijinkannya, ayo dong kamu kesini, batinku.

Sudah hampir satu jam ST12 membawakan banyak lagu, namun Jessica juga tak kunjung datang. Perasaanku jadi tak enak, aku harus menemui Rani, dia tak boleh larut dalam penampilan Charlie, meskipun anak itu nge-fans banget dengan ST12, dia tak boleh lupa dengan Jessica. Aku bangkit dari duduk untuk mencarinya dikerumunan, aku takut jatuh diantara lonjakan tamu undangan, sepatu hak-ku terlalu tinggi.

"Untuk lagu selanjutnya, ST12 akan persembahkan khusus untuk Jessica, "Saat Terakhir"..." ucap Charlie sang vokalis. Serentak tamu yang hadir berhenti loncat lalu diam sejenak, alunan suara Charlie menghipnotis mereka semua, termasuk aku. Aku melihat dikejauhan sosok lelaki yang kukenal sedang berdiri dekat kolam renang, dia memakai baju itu, warna biru kesukaanku dengan sweater putih tanpa lengan membalutinya. Aku melihat dengan samar, tapi aku yakin itu dia. Segera kuberlari mendekati, menghampiri tanpa sepengetahuannya, tanpa berfikir panjang aku peluk dia dari belakang.
"Ahmad...kena kau sayank...!!!" teriakku mengagetkannya. Dia berputar, kuharap dia menyambutku dengan gembira.
"Maya...!!!" dia memanggilku.
"Riky...!!!" serempak pelukanku melepaskan, aku hampir terjatuh kekolam saat kaget.
"Siapa Ahmad yang kau panggil sayank?" tanya Riky.
"Itu bukan urusanmu...!!!"
"Aku masih mencintaimu, Maya. Sebentar lagi aku akan menceraikan Febi, kita akan menikah..." ucap Riky membuatku jengkel.
"Jika kau berani menceraikan sahabatku, ajalmu tak semanis perjalanan hidupmu...!!!" teriakku bersamaan lariku meninggalkannya, aku tak ingin melihat wajah betinanya, dia bajingan lebih dari seorang bajingan sekalipun.
"Ingat Maya...aku akan mendapatkanmu...!!!" teriaknya dengan jelas terdengar orang-orang yang ada disekitar kolam.

Lagu ST12 mengiringi derai air mataku...

Kau akan pergi tinggalkan kusendiri
Begitu sulit ku bayangkan
Begitu sakit kurasakan
Kau akan pergi tinggalkan kusendiri

Dibawah batu nisan kini kau telah sandarkan Kasih sayang kamu begitu dalam Sungguh ku tak sanggup ini terjadi Karna ku sangat cinta

Satu jam saja
Kutelah bisa
Cintai kamu...kamu, dihatiku

Namun bagiku
Melupakanmu butuh waktuku seumur hidup

Satu jam saja
Kutelah bisa
Sayangi kamu...
Dihatiku
Namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup

Selamat jalan kasih...

----

"Jessica...elu kenapa ???!!!" tanya Rani mencoba membantu Jessica berjalan tertatih tatih. Keluar dari mobil taxi Blue Bird versi Merci dengan pak Min sopirnya. Ada yang aneh dengan sahabatku.
"Mobil elu kemana Jess ?" pertanyataan itu yang mau aku utarakan, namun sudah didahului Tiara. Aku mencoba menerobos kerumunan orang-orang yang menyambut Jessica dan pak Min turun dari Taxi.
"Jessica...wajah lu memar...!!!" ucapku.
"Maya...elu datang ? elu cantik banget dengan gaun itu..." ucap Jessica.
"Kasih Jessica kursi, Ran..."
"Ok May...gwe ambilin..."

"Makasih banyak teman-teman, kalian sudah datang diacara ultah gwe, kalian pasti menikmatinya kan ?!"
"Jess...kita semua menikmatinya, elu kenapa ?" ucap Tiara.
"Ceritanya seru Tiara, sewaktu Rani selesai telpon, gwe udah keluar dari salon, dan dijalan tuh macet banget tau gak sih..." cerita Jessica membuat para tamu undangan menyimaknya.
"Secara gwe harus buru-buru pulang, karena kalian udah pada nunggu. Semula gwe gak percaya kemacetan itu bakal lama, namun pak Min nenangin gwe dengan hidupin musik. Tak taunya diujung lampu merah ada api yang besar meliuk-liuk, gwe mengira ada kebakaran. Elu tau gak sih ternyata tawuran antar kampung, uhhhh...ahhhhhhh..." Jessica menarik nafas.
"Lalu Jess...?" Rani menyeka.
"Mereka gak cuma puluhan, mungkin ratusan, gila banyak banget tau gak sih, gwe ngliat puluhan batu-batu besar terbang ke udara. Tiba-tiba orang berlarian keluar mobil menyelamatkan diri, tawuran itu terus berlangsung, malah tambah menggebu, secara gwe panik bukan kepalang, pak Min menyarankan tetap dimobil, secara orang-orang membabi buta dijalanan. Ada yang bawa pedang samurai, ada yang bawa kapak, ada juga yang bawa palu, mereka semua memakai helm. Secara gwe nyaksiin semua itu, tepat diluar mobil gwe beberapa orang terkelepar dijalanan, darah dimana-mana tau gak sih. Jika gwe keluar bakal terluka, jika gwe tetap didalam apa jadinya. Yang bisa gwe lakuin cm berdoa, mobil sudah mulai pecah kaca depan karena batu besar nyasar tepat didashboard. Jika mereka melihat bisa-bisa gwe diperkosa kali, secara gwe pake gaun yang terbuka lengan dan punggung. Bayangin deh, Ran...gmana takutnya gwe waktu itu...??!!! Mereka semua kalap..." Jessica mulai teratur mengeluarkan nafas.

"Bagaimana elu bisa keluar, Jess...??" tanyaku.
"Huhhhh...itu yang gwe sesalin May, kenapa juga gwe gak nanya siapa nama orang yang nyelametin gwe dan pak Min itu. Pak Min sempat nanya gak?" tanya Jessica ke pak Min. Yang ditanya hanya menggelengkan kepala.
"dia memecahkan kaca belakang mobil, dimana gwe duduk, dia menyuruh gwe keluar, lengan dan mukanya terluka karena pecahan kaca, tuh orang terus melindungi gwe dan pak Min untuk dibawa ketempat aman, dia terus menggandeng gwe, gwe kagum ma dia..."

"Yahhhh...malah cerita cinta deh..." celoteh Rani.
"Ok gak papa, yang penting elu dan pak Min selamat, lanjut pestanya..." Tiara menyahut.
Aku melihat Jessica tersenyum bahagia, entah apa yang sedang dia fikirkan, matanya hanya menerawang, mungkin mencoba menggambarkan kejadian yang belum pernah terjadi dengan seorang Jessica sebelumnya.

"Itu apa yang elu genggam Jess...?" tanyaku.
"Dia memberikan gwe kado, dia mengatakan kado ini seharusnya untuk sahabat dari orang yang dikasihinya, karena dia datang terlambat, percuma kado ini disampaikan, lalu dia menyerahkan ke gwe..."
"Gwe bilang hari ini hari ultah gwe, dia baik banget, Maya..." aku melihat rona merah Jessica tidak dari make up, tapi dari rasa kagum terhadap orang itu.
"Apa mungkin dia Ahmad-ku?!" tanyaku dalam hati.
"Jess...boleh gwe peluk elu ?? ajakku.
"Jangan jatuh cinta kepadanya, Jess... Kado itu memang buat elu dariku, sahabatmu..." batinku dalam hati.

"Gwe harus pulang, Jess... Udh malem, Met ultah ya..." aku mencium pipi Jessica.

Aku harus pergi secepatnya dari sini, aku tak mau bertemu Riky sementara Ahmad terluka disana, aku yakin yang diceritakan Jessica dan melihat dari kado yang ia pegang, pasti Ahmad yang berjasa. Sampai saat ini hatimu masih terlalu murni untuk disentuh kejahatan dan kebohongan, kejadian demi kejadian kau selalu ada untuk menolong, bahkan Jessica sahabatku sendiri kagum denganmu, ya Tuhan jika semua itu terjadi denganku, apa Ahmad akan selalu ada untukku.

"Aku tau dimana kau berada sekarang sayank, Ahmad pasti merasa bersalah denganku, janjinya untuk datang sudah lebih dari terlewati..." gumamku didalam taxi.
"kita sudah sampai, non..." abang Taxi berkata.
Masjid Istiqlal Jakarta, papan semen bertuliskan itu masih terlihat, lampu sorot masih terang menerangi jalan masuk parkir Masjid Besar di Jakarta ini. Aku pergegas langkah, karena yang kucari belum terlihat. Kebiasaan menyendiri dimasjid tidak terlewat dari perhatianku tentang Ahmad, aku tau dia menyukai masakan yang manis, aku tau idola pemain sepakbolanya, tim kesayangannya, jenis buah yang ia suka, bahkan sampai warna sarung yang sering ia pakai sewaktu sholat, aku tau.

Pintu masuk Masjid sebelah timur, itu yang kutuju.
"Itu dia...tak salah lagi..."
"Assalamu'alaikum..." lirihku membuyarkan matanya yang semula terpejam. Jari-jarinya masih memilin pelan butiran tasbih kecil yang berjumlah 33 biji.
"Ahmad...ayo kita pulang..." ajakku.
"Tidak ada yang disesalkan, kau telah berbuat sesuai dengan jalanmu, aku tak kecewa..." lanjutku.
"Mengapa kau tak pernah mengatakan kata Cinta untukku ?" tanyaku mengisi kekosongan, udara malam membelai bibirnya yg sedang berdzikir.
"Masih...." ucapnya.
"Jelas terlihat olehku keraguan dimatamu. Aku bukan seperti mantan kekasihmu dulu, yang mengkhianatimu, karena aku juga pernah terluka dan rasanya begitu menyakitkan. Dulu memang pernah ada yang mengisi palung hatiku, namun itu dulu. Sekarang yang ada hanya kamu, tak ada yang lain selain kamu bahkan tak boleh ".

"Masih...." lanjutnya.
"Masih saja ku lihat rasa khawatir itu lewat ucapanmu. Aku tau semua seperti sulit dipahami, karena sekuat apapun kujelaskan padamu kau takkan pernah mengerti. Betapa aku memilih kamu untuk menjadi pasanganku. Bukan karena aku menghormati ibu saja. Bukan pula karna aku tak cinta. Semua begitu sulit dijelskan oleh kata-kata manusia. Harusnya ada sebuah kata yang mengungkapkan perasaan ini selain sekedar kata CINTA semata. Tapi aku memang tak bisa mengatakan kata CINTA untuk sembarang orang. Meski kau sekarang telah jadi kasihku. Aku hanya CINTA Pada ALLOH, Rasul, istri dan keluargaku nanti" ucapnya membuatku terharu, sejauh itukah berfikir tentang pertanyaan yang kulontarkan.

"Ahmad...pelipismu berdarah, kita harus pulang, jgn fikirkan itu..." ajakku untuk membuatnya berbesar hati.
"Bersabarlah... Karna suatu hari nanti aku pasti berkata AKU CINTA KAMU"
"Ya Alloh...tolong katakan kepadanya, aku juga cinta dia..." batinku terharu mengatakannya. Kusentuhkan bibirku dipipinya dengan lembut, dia membuka matanya untuk melihatku.

Aku tersenyum ketika melihat tingkahnya yang serba salah, jari-jarinya semakin percepat memilin butiran tasbih.
"Astaghfirullah..." ucap Ahmad.
"Maya...aku harus wudhu lagi..."

Sapanya merendah bertafakur
Desahnya meninggi beristighfar
Dia katakan cinta dengan hati...
Darah ini suci, hanya untukmu jejaka

Bibirku menyentuhmu
Ada ikhlas yg tersirat, hasratku patahkan nafsu
Tolong katakan kepadanya
Jangan paksa aku menikmati gemintang sendirian

"Maya tasbihku ketinggalan diMasjid"
"Ahmad kita sudah jauh dr Istiqlal"
"tenang mas nanti biar ta ambilkan, kasih nomornya saja, begitu nyampe sana ta miskol, habis ini kemana mas?"
"kanan pak"
"ya boleh, saya setuju sekali kalo makan"
"hihihiiiii...abang taxi-nya ternyata budi (baca : budeg dikit)" Maya tersenyum manis sepanjang malam.

-pipowae-
nama penaku
imagination and written by : pipowae
(cerita ini kupersembahkan bagi mereka yg tak pernah salah dimata Alloh, selain Muhammad ada gak y, Ya Alloh Gusti mugi ngapuro...!!!)

Tidak ada komentar: